Rabu, 11 Januari 2017

Makan Siang Bersama, Jokowi dan Ketum PBNU Bahas Kelompok Radikal

Ray Jordan – detikNews
Makan Siang Bersama, Jokowi dan Ketum PBNU Bahas Kelompok RadikalJokowi menjamu Ketum PBNU di Istana (Ray Jordan/detikcom)


Jakarta – Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siradj diundang makan siang oleh Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka. Ada beberapa hal yang dibahas dalam pertemuan tersebut.
Said Aqil mengatakan, dalam pertemuan makan siang itu, ada beberapa hal yang dibincangkan oleh keduanya. Terutama berkenaan dengan indikasi menguatnya fenomena umat Islam yang berpaham radikal.
“Indikasi fenomena menguatnya Islam radikal itu menjadi agenda kita bersama. Bagaimana memperkuat kembali dengan terus memperkuat Islam moderat. Karena dunia melihat umat Islam Indonesia adalah umat yang moderat, toleran, namun akhir-akhir ini mulai mengendur atau gejala intoleransi mulai menguat,” kata Said Aqil saat ditemui di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (11/1/2017).
Keduanya juga menyinggung soal upaya dalam nilai toleransi di Indonesia agar semakin meningkat.
“Bagaimana upaya kita agar intoleran bisa kita atasi kemudian kembali lagi Indonesia yang toleran, damai, beradab, bermartabat, Islam culture, bukannya Islam doktrin, Islam ramah. Paling banyak bicara itu,” katanya.
Lalu, bagaimana caranya?
“Caranya, antara lain, yang jangka pendek peran kiai NU harus digalakkan dalam membimbing masyarakat. Jadi guru, itu jangka pendek. Jangka panjang kurikulum dong,” jawab Said Aqil.
Di kalangan NU sendiri, kata Said Aqil, para ulama ataupun pendakwah selalu menyampaikan materi yang sifatnya rukun, akur, dan jauh dari konflik.
“Kiai NU itu diminta atau tidak diminta pasti kalau ceramah itu yang disampaikan akhlakul karimah. Yang rukun, yang akur, jangan konflik, jangan bertengkar, jangan cerai suami-istri. Diminta atau nggak diminta, selalu begitu. Saya jamin,” katanya.
Jika nilai intoleransi ini meluas, Said Aqil menegaskan itu dipastikan bukan dari kalangan NU.
“Pasti bukan dari kiai NU. Kita kan tahu. Pesannya kan di pinggiran. Keilmuan alumni pesantren belum diakui di sini sebagai orang yang punya keahlian. Karena emang nggak ada titelnya sih, S.Ag, nggak ada. Tapi kan beliau belajar agama di pesantren, lima tahun, kan harus dianggap itu sebagai orang yang punya keahlian, profesional, ya diakui dong,” kata Said Aqil.
Said Aqil juga menjelaskan pihak NU telah diminta pemerintah bergandengan tangan dalam mengatasi konflik sosial dan persoalan berita palsu alias hoax.
Lalu, bagaimana tanggapan Anda soal adanya ulama memberikan ceramah yang cenderung mengarah intoleran?
“Saya mengajak semua, mari kita teladani Rasulullah SAW. Rasulullah SAW enggak pernah ceramah marah-marah. Baca sejarah, apalagi habib itu keturunan nabi. Saya yang Jawa asli saja nggak pernah marah. NU membangun negara ini bersama Muhammadiyah, Sarekat Islam. Pokoknya sebelum kemerdekaan. Sekarang, nggak ikut berjuang, tahu-tahu mau mengubah, mau dengan slogan Islam, khilafah,” jawab Said Aqil.

Said Aqil: Baru Kali ini Diundang Makan ke Istana Setelah Gus Dur
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siradj diundang makan siang oleh Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka. Apa kesan Said Aqil makan bersama Presiden?
Saat ditanya, Said mengatakan kegiatan makan siang bersama itu sebagai wujud silaturahmi. Dia pun mengaku baru kali ini kembali makan di Istana Kepresidenan setelah pernah diundang Presiden RI ke-4 Abdurrahman Wahid (Gus Dur).
“Baru kali inilah saya makan siang di Istana, setelah Gus Dur. Baru kali ini,” kata Said Aqil.
Berbagai menu makanan tersaji, antara lain tempe goreng dan makanan berkuah. Keduanya menggelar makan siang secara tertutup dari awak media. Ada sekitar 1 jam waktu yang dihabiskan keduanya makan siang sambil berbincang santai.
(jor/rvk)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar